Senin, 26 Oktober 2009

SITUASI AKTUAL YOHANES PEMBAPTIS

1. Kegiatan yang ada
  • Sembahyangan lingkungan setiap kamis malam
  • Latihan koor
  • Pertemuan ibu-ibu WK.
2. Persentase Keaktifan
Untuk persentase keaktifan ini kegiatannya kami klasifikasikan menjadi tiga: sembahyagan rutin sembahyangan ujub, dan sarasehan Bulan Kitab Suci. Cara menghitungnya adalah dengan membuat persentase jumlah umat yang hadir terhadap total umat se-lingkungan. Untuk sembahyangan rutin, kami menggunakan sampel sebanyak 5 dan rata-rata persentasenya adalah 21,82%. Untuk sembahyangan ujub, kami menggunakan sampel sebanyak 2 dan rata-rata persentasenya adalah 26,03%. Untuk sarasehan BKS, selama 4 pertemuan yang ada di tahun 2009, rata-rata persentase kehadirannya adalah 17,77%

3. Kepengurusan
  • Ketua : Matheus Sartono
  • Wakil : Yohanes Mardiyono
  • Bendahara : AG. Sri Surami Djumanto dan CH. Mujirah Sukaryadi
  • Sie liturgi : C. Lely Damayanti, Agnes Ratih Indrayani, dan D. Endah Kurniawati
  • Sie pewartaan : Ag. Sugeng Suka Atmaja, FX. Wagimin, P. Agus Herjaka
  • Pangruti loyo : M. Sutirah Sunarjo, Y. Mardiyono, Ngatirah
  • Humas : Ag.Sugiyarto, A. Dedit Suryo Subroto, P. Widyawan Putra
  • PSE : Fl. Sukaryadi dan A. Sriyati
  • Mudika : Robertus Rastu Dananto
4. Keprihatinan
  1. Mudika tidak aktif dalam semahyangan lingkungan dan kegiatan doa serta kerohanian lingkungan yang lainnya.
  2. Ada beberapa umat yang tidak pernah hadir walau terus-menerus diundang
  3. Kurang antusias saat tugas koor
  4. Kepengurusan belum berjalan secara optimal. Sebagai contoh, jarang ada rapat pengurus secara rutin (masih reaktif)
  5. Doa bertele-tele (lebih baik ada aspek sosialnya)
  6. Sembahyangan seringkali monoton (didominasi ceramah à top down), membosankan, homili terlalu panjang dan tidak fokus
  7. Saat pemandu sembahyangan berbicara, umat justru ngomong sendiri. Akan tetapi saat diberi kesempatan berbicara, tidak ada yang bicara.
5. Kekhasan
  1. Umat di Yohanes Pembaptis ini tidak sulit dimintai dana.
  2. Sembahyangan mingguan menjadi kesempatan melepas rindu diantara umat.
  3. Solidaritas untuk yang sakit cukup tinggi, biasanya diadakan acara menjenguk teman yang sedang sakit segera setelah mendengar kabar.
  4. Kelompok Rosario yang mempererat persaudaraan
  5. Pada saat tugas koor, biasanya lingkungan Yohanes Bosco ikut membantu. Dan pada waktu-waktu tertentu, tugas koor ini melibatkan umat dari segala usia. Usia dewasa dan mudika bernyanyi, anak-anak mengiringi nyanyian dengan alat music kothekan, dan juga ada tim akustik yang terdiri dari tiga orang mudika yang juga turut menjadi pengiring lagu.

SEJARAH WILAYAH MARIA IMMACULATA CORDIS


Perkembangan Awal Iman Katolik di Daerah Bantul Krajan
Iman Katolik bisa bersemi di daerah Bantul Krajan tak lepas dari peran para katekis dan rasul awam. Orang - orang yang dianggap tokoh oleh para narasumber hampir semuanya adalah katekis dan atau guru agama di sekolah. Sebut saja, Bapak dan Ibu Siswoharsono, Bapak Darsowasito, Bapak Santapratiknya, Bapak Sastro, Bapak Hadisujoyo, Bapak Jendroharjoso, Bapak Pujoatmodjo, Bapak Dwijo, Bapak Sugiyo Suparmanyo, Bapak Martasujita, Bapak Wignyasubroto, Bapak Sugeng Sukaatmaja, dan Bapak Pujowiryono. Sebagian besar dari tokoh-tokoh itu berkarya dalam lingkup wilayah Bantul Krajan. Akan tetapi, ada pula katekis yang juga melayani daerah di luar Bantul Krajan, misalnya, Bapak Santapratiknya dan Bapak Siswoharsono. Bapak Santapratiknya juga merangkap sebagai diakon awam (sebutan untuk prodiakon pada masa itu). Kegiatan kerasulan pertama kali dimulai pada tahun 1930-an.
Sebagai seorang katekis, Pak Siswoharsono turut menyebarkan iman di daerah Cepit, Nogosari, Gesikan, Kraduan. Pengajaran agama di daerah Cepit dulu bertempat di rumah orang tua dari Bapak Sudiro. Pak Siswo rutin beberapa kali dalam seminggu datang ke daerah-daerah itu dengan sepeda untuk mengajar agama. Sedangkan Bu Siswoharsono berangkat mengajar dengan berjalan kaki.
Ada pula yang menggunakan kesenian, pertanian, dan koperasi kampung sebagai sarana karya misi. Dalam hal ini kita bisa menyebut Bapak Sastro. Beliau berusaha mengumpulkan orang-orang lewat kesenian wayang wong, karawitan, dan koperasi kampung. Lalu diadakan wucalan agama bagi orang-orang tersebut walau hanya sedikit yang kemudian mengimani Yesus.
Iman juga bersemi melalui pendidikan. Untuk wilayah Bantul Krajan, lembaga yang punya peran cukup besar yaitu SD Kanisius Bantul. Banyak murid SD Kanisius Bantul yang kemudian tertarik menjadi Katolik. SD Kanisius berdiri atas prakarsa Romo-Romo Yesuit. Kepala sekolah SD Kanisius Bantul pernah dijabat oleh Pak Siswo. Beliau mulai menjabat tahun 1929.
Iman Katolik pun mulai bersemi di Bantul Krajan. Akan tetapi saat itu umat Katolik di kawasan Bantul dan sekitarnya belum memiliki gereja. Umat Katolik Bantul baru memiliki gedung gereja pada akhir tahun 1935 setelah membeli rumah administrator pabrik gula dengan perjanjian yang sangat menguntungkan bagi umat Katolik. Pemberkatan gereja dilakukan pada 5 April 1936. Sebelum adanya gedung gereja itu, umat wilayah Bantul Krajan dan sekitarnya mengadakan misa di SD Kanisius Bantul. Kala itu, ruangan-ruangan kelas dibatasi sekat saat digunakan untuk kegiatan belajar mengajar dan ketika akan digunakan untuk misa, sekat-sekat itu dicopot supaya bisa lebih lapang dalam menampung umat. Umat dalam ekaristi tersebut yang sudah dibaptis baru 30-40 orang, lainnya masih magang. Selain di SD Kanisius Bantul, misa juga sempat dilakukan di rumah Bapak Jendroharjoso (sekarang menjadi kompleks PKU sisi selatan Jalan HOS Cokroaminoto). Saat itu misa hanya dua kali dalam sebulan.

Zaman Penjajahan Jepang
Zaman jepang merupakan masa yang sulit bagi umat Katolik di Bantul Krajan. Beredar isu yang memojokkan umat Katolik. Umat Katolik dianggap anti-jepang. Imam-imam dan katekis-katekis lantas ditangkapi jepang. Salah satunya adalah Bapak Siswoharsono. Beliau bersama sembilan imam dan tiga mantri guru (kepala sekolah) Kanisius ditangkap oleh jepang pada tahun 1942. Selama proses interogasi, pak siswo dan tawanan yang lain mendapat 21 macam siksaan. Sampai-sampai seorang mantri guru meninggal ketika disiksa. Pak Siswo, para romo, dan mantri guru yang masih hidup lalu dibawa ke Jakarta untuk diadili. Di sana mereka divonis hukuman mati dengan dipancung.
Ketika mereka akan dibawa ke tempat eksekusi, tiba-tiba ada telepon yang memerintahkan pembatalan hukuman pancung tersebut. Akhirnya, para imam hanya mendapat hukuman sepuluh tahun penjara dan para mantri guru lima tahun penjara. Sampai sekarang tidak diketahui siapa penelepon misterius itu. Oleh beberapa orang, peristiwa itu dianggap sebagai mukjizat dari Tuhan.
Pada zaman penjajahan itu pula, gedung gereja Bantul dirusak oleh jepang. Misa pun diadakan di rumah Bapak E. Santosa. Lalu pada tahun 1950 tempat ibadat pindah ke rumah Bapak Siswoharsono.

Sejarah pembagian wilayah
Paroki Bantul mulai memiliki pastor tetap sejak tahun 1959. Sebelum memiliki pastor tetap, paroki Bantul dibagi menjadi tiga wilayah: Bantul utara (bakalan-monggang), Bantul selatan (melikan-palbapang), dan Bantul timur (perumahan rakyat-jetis yang berbatasan dengan imogiri). Jadi, pada periode ini, wilayah Bantul Krajan termasuk wilayah Bantul selatan.
Setelah menjadi paroki pada tahun 1959, paroki Bantul dibagi menjadi enam wilayah: cepit, melikan, Bantul Krajan, Palbapang, Bantul timur, dan Gabusan. Saat itu belum ada lingkungan. Wilayah Bantul Krajan hanya terdiri dari daerah yang saat ini menjadi lingkungan Yohanes Baptis dan Yohanes Bosco. Daerah yang saat ini menjadi lingkungan Agustinus, saat itu masih masuk wilayah Bantul timur.
Baru pada tahun 1991 dibentuk yang namanya lingkungan. Paroki Bantul pun dibagi menjadi 18 lingkungan sedangkan jumlah wilayah tetap enam. Pada saat pembentukan lingkungan-lingkungan itu, lingkungan Agustinus diikutkan wilayah Bantul Krajan (maria immaculata cordis). Maka sejak tahun 1991, wilayah maria immaculata cordis terdiri dari tiga lingkungan: Yohanes Baptis, Yohanes Bosco, dan Agustinus. Nama pelindung Yohanes Baptis dan Yohanes Bosco dipilihkan Bapak Sugeng Sukaatmaja.

Regenerasi kepemimpinan
Sejak terbentuk paroki sampai sekarang, sudah ada sebelas ketua wilayah yang memimpin wilayah Maria Immaculata Cordis Bantul Krajan. Urutannya adalah sebagai berikut;
Peristiwa - Peristiwa Penting
1. Berdirinya Sekolah Widya Sanata
Sekolah ini didirikan oleh Bapak Darso, Bapak Widyo Hadimartoyo, dan AS Harjo Sunaryo pada tahun 1960-an. Pada awal mulanya, sekolah ini adalah sekolah setingkat SMP. Tujuan didirikannya sekolah ini adalah agar anak-anak Katolik menjadi cerdas dan imannya berkembang. Sekarang sekolah ini berganti nama menjadi Putra Tama.

2. Berdirinya Radio Putra Tama
Radio ini didirikan pada tahun 1965 oleh Bapak Muhadi (putra Bapak Darso). Pemancar berlokasi di rumah Ibu Prayit. Tujuan didirikannya radio Putra Tama ini adalah untuk mensosialisasikan bahwa orang Katolik juga bisa mengadakan komunikasi dengan umat di mana pun. Penyiar berasal dari kalangan umat Bantul Krajan sendiri yaitu Bapak Parjo Setyo Raharjo. Bapak Parjo menggunakan nama popular Parjo Simamora. Radio tutup karena pemerintah membuat peraturan yang hanya memperbolehkan satu stasiun radio saja yang boleh melakukan siaran di Bantul .
Pada saat masih melakukan siaran, radio putra tama mempunyai banyak program acara antara lain sebagai berikut:
  1. Macapatan dari buku-buku Katolik oleh Bapak Santapratiknya
  2. Pilihan pendengar oleh Bapak Kustantya
  3. Info kegerejaan
  4. Selain program yang khas Katolik, ada juga program yang umum seperti macapat, wayang, dan kethoprak.
3. Munculnya Pangruktilaya
Pangruktilaya atau Pralenan mulai ada pada tahun 1966

4. Berdirinya Bank Sumber Usaha
Bank ini didirikan pada tahun 1968 oleh Bapak H. Mujono. Bapak Mujono juga yang menjadi pimpinan bank ini. Modal didapat dari Romo Hadiwardoyo. Kantor bertempat di rumah Bapak Suryadi. Semua orang Katolik bisa pinjam tanpa jaminan.

Tokoh - Tokoh Penting

Bapak Sukardi


Bapak Eustachius Santosa


Ibu Budi Subroto


Bapak Sugeng Sukaatmaja